Sebelum saya menuliskan apa yang ingin saya bagi hari ini, saya ingin mengucapakan terima kasih untuk seorang teman yang berbaik hati ‘memperkenalkan’ buku-buku karya Tere-Liye yang banyak memberi pelajaran untuk saya, terutama pelajaran bersyukur.
Beberapa menit yang lalu, saya baru saja selesai membaca novel ‘BIDADARI-BIDADARI SURGA’. Cerita yang menggambarkan indah nya cinta sebuah keluarga. Cerita yang menggambarkan sebuah penerimaan atas keterbatasan. Cerita yang membuat saya berkali-kali take a deep breath dan cerita yang membuat saya ingin menulis ini.
Mungkin Allah akan mengutuk saya jika saya tidak benar-benar bersyukur atas kehidupan sekarang. Lihatlah, seperti Dalimunte, Ikanuri, Wibisana dan Yashinta, Saya juga mempunyai seorang kakak sulung yang hebat. Seorang kakak yang mempunyai prinsip, kakak yang akan melakukan apa saja untuk membuat adik-adiknya tersenyum. Walaupun kakak yang ini suka sekali teriak-teriak ngomel kalau ada yang ‘nakal’.
Kakak kedua saya tidak kalah hebat. Aku tahu dia sangat menghormati Si Sulung dan sangat menyayangi saya dan Si Bungsu, walaupun tak pernah secara verbal mengucapakannya. Tapi saya tau. Toh, tidak selamanya perasaan harus diungkapkan, bahasa nonverbal terkadang lebih jitu untuk mengungkapkan sesuatu. Apa yang lebih baik dari mencintai dari hati?
Dan Si Bungsu? Sungguh, dialah yang paling membawa banyak keceriaan di keluarga kecil kami. Si Bungsu yang manja, Si Bungsu yang cengeng, namun dialah yang paling tahu cara membuat kakak-kakaknya tersenyum. Walaupun tak jarang juga membuat kakak-kakaknya pusing tujuh keliling kalau dia sudah merajuk minta sesuatu. Tapi tetaplah dia Si Bungsu, Si pelengkap kebahagiaan.
Seperti Laisa, Dalimunte, Ikanuri, Wibisana dan Yashinta, Saya juga mempunyai Mamak yang hebat. Seluruh kertas yang ada di dunia ini pun tidak akan pernah cukup untuk menuliskan kebaikan Mamak kami. Dan Babak? Syukur Alhamdulillah, nasib saya untuk yang satu ini tidak seperti keluarga kecil di Lembah Lahambay itu. Saya mempunyai Babak yang sehat, Babak yang tak banyak bicara namun sangat perhatian terhadap anak-anaknya. Babak yang pertama kali di dalam hidup kami yang selalu memberikan kepercayaan. Babak yang belakangan kami tahu bahwa hidupnya di awal pernikahan bersama Mamak, tidak lah semudah sekarang.
Terima Kasih Ya Allah, Engkau sungguh sangat baik. Terlampau baik untuk hamba yang sering lalai ini. Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih.
Beberapa menit yang lalu, saya baru saja selesai membaca novel ‘BIDADARI-BIDADARI SURGA’. Cerita yang menggambarkan indah nya cinta sebuah keluarga. Cerita yang menggambarkan sebuah penerimaan atas keterbatasan. Cerita yang membuat saya berkali-kali take a deep breath dan cerita yang membuat saya ingin menulis ini.
Mungkin Allah akan mengutuk saya jika saya tidak benar-benar bersyukur atas kehidupan sekarang. Lihatlah, seperti Dalimunte, Ikanuri, Wibisana dan Yashinta, Saya juga mempunyai seorang kakak sulung yang hebat. Seorang kakak yang mempunyai prinsip, kakak yang akan melakukan apa saja untuk membuat adik-adiknya tersenyum. Walaupun kakak yang ini suka sekali teriak-teriak ngomel kalau ada yang ‘nakal’.
Kakak kedua saya tidak kalah hebat. Aku tahu dia sangat menghormati Si Sulung dan sangat menyayangi saya dan Si Bungsu, walaupun tak pernah secara verbal mengucapakannya. Tapi saya tau. Toh, tidak selamanya perasaan harus diungkapkan, bahasa nonverbal terkadang lebih jitu untuk mengungkapkan sesuatu. Apa yang lebih baik dari mencintai dari hati?
Dan Si Bungsu? Sungguh, dialah yang paling membawa banyak keceriaan di keluarga kecil kami. Si Bungsu yang manja, Si Bungsu yang cengeng, namun dialah yang paling tahu cara membuat kakak-kakaknya tersenyum. Walaupun tak jarang juga membuat kakak-kakaknya pusing tujuh keliling kalau dia sudah merajuk minta sesuatu. Tapi tetaplah dia Si Bungsu, Si pelengkap kebahagiaan.
Seperti Laisa, Dalimunte, Ikanuri, Wibisana dan Yashinta, Saya juga mempunyai Mamak yang hebat. Seluruh kertas yang ada di dunia ini pun tidak akan pernah cukup untuk menuliskan kebaikan Mamak kami. Dan Babak? Syukur Alhamdulillah, nasib saya untuk yang satu ini tidak seperti keluarga kecil di Lembah Lahambay itu. Saya mempunyai Babak yang sehat, Babak yang tak banyak bicara namun sangat perhatian terhadap anak-anaknya. Babak yang pertama kali di dalam hidup kami yang selalu memberikan kepercayaan. Babak yang belakangan kami tahu bahwa hidupnya di awal pernikahan bersama Mamak, tidak lah semudah sekarang.
Terima Kasih Ya Allah, Engkau sungguh sangat baik. Terlampau baik untuk hamba yang sering lalai ini. Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar